Perayaan Imlek terasa berbeda sejak 2 tahun terakhir. Meski tidak selesu tahun lalu tapi cabang organisasi olahraga masyarakat barongsai Dharma Bhakti Sidoarjo masih belum boleh beratraksi.
Dulu, sebelum pandemi covid19 komunitas binaan KORMI Kab. Sidoarjo ini banyak memenuhi undangan tampil pada malam Imlek di hotel dan restoran. Keesokan harinya saat Imlek diundang untuk menghibur pengunjung di mall. Dalam sehari bisa memenuhi 3-5 undangan, mulai pagi hingga tengah malam. Namun Imlek tahun ini mereka urung tampil. “Karena menurut mereka (penyelenggara acara) belum dapat izin dari kepolisian,” kata Julius Setiawan, Ketua Barongsai Dharma Bhakti Sidoarjo.
Imbas pandemi juga dirasakan Julius pada orderan pembuatan barongsai dan liang liong. Tahun lalu perajin barongsai ini tidak mendapatkan pesanan sama sekali. “Untuk tahun ini masih ada 1-2 (pesanan barongsai) masuk, dikirim ke Lawang,” ungkap Julius.
Ditambahkannya, barongsai yang dia bikin memiliki standar ukuran kepala berdiameter 1,25 dengan panjang badan 1,7 meter. Kisaran harga tergantung jenis bulu yang dipasang.
“Bulu sintetis Rp2,5 juta, untuk bulu domba Rp5,5 juta, lengkap termasuk badan barongsai, celana dan sepatu,” kata Julius.
Sedangkan liang liong dengan ukuran standar 20 meter dihargai Rp7-8 juta. Harga bergantung pada bahan yang digunakan.
Tidak hanya membuat barongsai, Julius juga menerima perbaikan barongsai. “Dalamnya (kepala) ada rangkanya bambu atau rotan kalau patah kita ganti,” ujarnya. Biaya reparasi dipatok Rp1 juta – Rp1,5 juta, tergantung jenis bulu dan tingkat kerusakan.
Kini kegiatan dan usaha barongsai perlahan bergeliat. Barongsai Dharma Bhakti Sidoarjo mulai diundang untuk menghibur diberbagai acara seperti pernikahan, sunatan, dll.
Sebanyak 20 anggota Barongsai Dharma Bhakti juga telah rutin berlatih setiap hari Minggu sore di Jalan Jatisari, Sidoarjo. Selama 2 jam mereka berlatih. Personil yang membawa kepala barongsai berlatih ekspresi, sedangkan personil diekor berlatih fisik. Mereka harus kompak memainkan barongsai. Sama halnya mereka kompak menjaga hubungan pertemanan dalam komunitas multikultural ini. Meski berbeda etnis dan agama, Julius dan anggota bisa saling menghargai, menjaga keberagaman dan rukun berdampingan.
Diakhir wawancaranya Julius menaruh harapan pandemi ini bisa berakhir. Sehingga dia dan anggotanya dapat kembali beraktivitas. (rr)