Home / Prestasi

Friday, 18 June 2021 - 16:18 WIB

Yulianto, Bangga Kibarkan Merah Putih di TAFISA 2016

Yulianto berhasil mengharumkan Indonesia pada kejuaraan olahraga tradisional masyarakat non-olimpiade, TAFISA 2016

Yulianto berhasil mengharumkan Indonesia pada kejuaraan olahraga tradisional masyarakat non-olimpiade, TAFISA 2016

Gulat tangan atau panco menjadi olahraga pilihan terakhir bagi Yulianto. Pasalnya, saat menekuni olahraga tinju dan sempat mengikuti kejuaraan, orang tuanya melarang. Siapa sangka, berkat larangan orangtuanya, Yulianto meraih banyak medali penghargaan dari panco. Bahkan, dia menjadi wakil Indonesia yang menjadi juara 1 Lomba Panco di ajang kejuaraan olahraga rekreasi dunia  TAFISA 2016, 7-9 Oktober 2016 di Jakarta.

Yulianto memiliki hobi berolahraga, berbagai jenis olahraga mulai atletik hingga bela diri pernah ditekuni. Dia juga sempat menjajal olahraga tinju meski akhirnya dilarang orang tua. Yulianto pun berpikir untuk mencari olahraga yang cocok untuknya.

“Saya dikabari teman kalau di Surabaya ada event panco, lalu panco itu saya pelajari sendiri. Sampai saya jadi pemain panco jalanan. Zaman dulu main panco itu taruhan, dari terminal ke terminal, pasar ke pasar, sampai ke Lumajang, Blitar, Madiun. Saya taruhan sama teman,” kisah pria asal Malang ini.

Saat ada kesempatan hijrah ke Sidoarjo tahun 1993, Yulianto memiliki keinginan mengikuti lomba panco di Surabaya. Sayangnya, dia terlambat datang. Akhirnya, dia menunggu datangnya informasi perlombaan panco sambil terus berlatih. Tiga tahun kemudian, Yulianto mengikuti lomba panco “Indonesia Terbuka” di Taman Hiburan Rakyat, Surabaya. Itu menjadi perlombaan panco pertamanya di kelas 60-70 Kilogram yang membawa namanya menjadi juara 1.

Selama berjalannya waktu Yulianto sering mengikuti perlombaan panco kelas 60-70 Kilogram. Dia pun jenuh karena dikelas itu, lawannya terasa ringan. Dia akhirnya sengaja menambah bobot badannya supaya bisa naik kelas menengah 75-85 Kilogram.

“Saya rasa aku kok kayak gini aja, menang menang terus nggak ada tantangan. Lalu saya naik 75-85 Kilogram. Berat saya waktu itu 76 Kilogram, saya sudah maksimal menaikan berat badan. Nah baru itu saya merasakan kekalahan,” kisah Yulianto yang baru merasakan bobotnya naik menjadi 76 Kilogram pada tahun 2013.

Pria yang kini berbobot 82 Kilogram ini rutin berlatih beban dan teknik. Rumahnya di kawasan Sedati, Sidoarjo menjadi tempatnya berlatih setiap pulang kerja. Berkat kegigihannya berlatih, Yulianto berhasil menyabet banyak medali. Sebut saja saat mengikuti Festival Olah Raga Rekreasi Nasional (FORNAS) ke-3 Tahun 2015 di Bali, Yulianto membawa pulang medali emas.

Kalahkan Lawan

Kiprah Yulianto makin berkibar saat diutus oleh FORMI Sidoarjo menjadi salah satu wakil Indonesia mengikuti lomba panco pada kejuaraan olahraga tradisional masyarakat non-olimpiade The Association For International Sport for All (TAFISA) Tahun 2016, di Ancol, Jakarta. Event yang dihelat 6-12 Oktober 2016 ini membawa suami dari Asmaul Husnah ini berada diurutan pertama pada lomba panco kelas 75-85 Kilogram. Sementara teman senegaranya yang lain masih berada diurutan 2 dan 3.

Saat bertanding dikejuaraan bergengsi itu, Yulianto sempat bertanding melawan Jawa Barat dan Malaysia. Dia terhindar melawan Vietnam, India, dan Korea karena negara tersebut kalah melawan peserta yang lain. Dengan system pertandingan full competition, Yulianto mampu mengalahkan lawan didepannya dalam waktu singkat.

“Waktu itu persiapan saya sebenarnya bukan untuk ini (TAFISA pada kelas 75-85 Kilogram, red). Saya siapkan power untuk kelas diatasnya, karena rasanya enteng. Jadi power saya waktu itu betul-betul gede. Makanya waktu saya pamit ke Wakil Bupati Sidoarjo saya berani bilang ‘Saya pasti juara, saya sudah siap.’ Saya sudah yakin waktu itu, saya latihan tiap hari, latihan beban, makanya saya tanding tidak ada yang lama waktunya,” kata Yulianto.

Baca juga  Bersinergi Diperayaan HUT Ke-3, Selisi Membuka Diri untuk Semua Kalangan

Kemenangan Yulianto pada berbagai lomba diikuti oleh anak binaanya. Ayah dari Sofi Putri Julianto ini rupanya membina bibit atlet olahraga panco. Sebagai pembina, Yulianto lebih banyak mendorong atletnya mengikuti lomba, sedang dirinya kini lebih selektif untuk memilih lomba yang akan diikuti.

“Saya disini pembina panco Sidoarjo, tidak semua lomba saya ikuti, jadi saya memilih lomba yang akan ikuti. Jika dikelas event biasa, saya kirim atlet yang saya didik untuk memberi kesempatan. Saya sudah  mencalonkan atlet saya untuk kelas 65-75 Kilogram dan kelas 85-95 Kilogram,” ujar Yulianto.

Dia menargetkan tahun 2017, kedua anak binaanya, Sutikno dan Arif Catur, harus menjadi juara. “Jika tidak juara berarti saya gagal,” tegasnya.

Membina Atlet Muda

Sebelum menjadi pembina panco di Sidoarjo, Yulinto pernah menjadi pembina panco di Surabaya Tahun 2003 saat itu masih tergabung di FORMI Surabaya. “Setelah itu Surabaya kayaknya kurang greget, lalu mengajukan ke FORMI Kab. Sidoarjo. Sidoarjo dengan lapang dada, tangan dua, ditampung dengan sangat bagus,” katanya.

Diantara anak binaannya, pria kelahiran Malang, 11 Juli 1970 ini juga membina anak sulungnya, Ari Kusnanto. Ari pernah menjadi juara pertama lomba panco kelas 95 Kilogram keatas pada FORNAS Ke-3 di Bali Tahun 2015.

“Saya sebisa mungkin meluangkan waktu untuk mereka. Kita sama-sama orang menegah kebawah, tiap orang punya kesibukan sendiri-sendiri, jadi kalau saya mau kumpul, kumpul dimana, jamnya yang longgar, pas hari apa, kita kumpul. Kadang pernah kumpul satu minggu 1 kali,” jawab Yulianto saat ditanya kapan waktu untuk membina atletnya.

Sebagai pembina, Yulianto menuntun anak binaannya sekaligus memberikan trik-trik khusus. “Saya kasih batasan jika kumpul terlalu sering itu malah tidak bisa latihan, karena jika sudah sparing, tangan itu nyeri tidak bisa latihan. Jadi satu bulan, 3-1 minggu latihan terus, latihan beban, latihan teknik. Latihan teknik 1 minggu, latihan beban 1 minggu, kemudian nanti prakteknya,” lanjutnya.

Dia juga mengajarkan untuk mengatur pola makan dan pola hidup. Baginya, sebagai atlet panco harus menjaga kekuatan badan dan tangan. “Panco ini olahraga power, jika kita sering begadang, minum minuman keras, kekuatan kita hilang. Berbeda dengan body contest yang bisa pakai obat saat mau tanding. Kalau panco tidak bisa. Latihan pun harus continue. Umpama kita vacuum 1 minggu, itu bedanya sudah jauh. Itu makanya kita harus tiap hari latihan. Tapi ini ada enaknya, saya latihan terus ternyata penyakit hilang, itu bonusnya,” kata Yulianto yang menambahkan jika dukungan keluarga adalah hal terpenting untuk mendorong atlet menjadi pemenang. (rr)

Keterangan foto utama : Yulianto berhasil mengharumkan Indonesia pada kejuaraan olahraga tradisional masyarakat non-olimpiade, TAFISA 2016

Share :

Baca Juga

Prestasi

APPSI Sidoarjo Masuk Tim Perwosi Jatim, Juarai Lomba Senam Kreasi Rebut Piala Ibu Negara

Prestasi

Wahyu Ardhiansyah Ukur Hasil Latihan dengan Lomba Panco

Prestasi

FORNAS ke-V 2019 di Samarinda, Prestasi FORMI Sidoarjo Dukung Jatim Raih Ranking 2 Nasional

Kegiatan

Bersiap, KORMI Kab. Sidoarjo Akan Menjadi Prototipe Sport Tourism di Jatim

Prestasi

Zimmi Akhmad Melatih Skill BMX dengan Bertanding

Kegiatan

Juara Umum, Yayasan Asma Indonesia Sidoarjo Sapu Bersih Medali Emas YAI FORNAS VII Jabar

Prestasi

H. MG. Hadi Sutjipto Dinobatkan Sebagai Tokoh Pengembangan Olahraga Rekreasi Kabupaten Sidoarjo

Prestasi

Bashunanda Narendra Widhi Harita Sabet Juara Nasional Tunas Bumi
?>