Adi Rosadi Juri Kompetisi BMX Tingkat Internasional
Menyukai sepeda BMX (Bicycle MotorCross) dirasakan Adi Rosadi sejak masih sekolah. Saat itu dia tertarik melihat sepeda yang seakan bisa menari dan berputar. Ketertarikannya pada sepeda BMX membuat Adi berusaha menekuni trik-trik menggunakan sepada BMX pertamanya.
Pada awal tahun 2000-an, Adi memberanikan diri untuk mengikuti kompetisi BMX di SMA GIKI Surabaya. Meski hanya mengantongi juara 3 untuk kategori flatland dan harus kalah dengan adiknya sendiri yang ada diposisi pertama, tapi dari pengalaman perdananya itu memicu Adi untuk ikut kompetisi berikutnya.
Dari berbagai kompetisi yang sudah diikutinya, tahun 2006 Adi pernah menjadi Juara 3 kompetisi BMX Lavang Extrems Energy kategori open flatland tingkat internasional. Beberapa kali memenangi Surya Slim BMX Competition tingkat nasional kategori open flatland yang rutin digelar di Jawa Timur hingga Bali.
“Saya lupa pernah ikut lomba apa lagi,” kata Adi saat ditemui disela-sela latihan Komunitas BMX Tanarata sambil mencoba mengingat-ingat.
Tapi yang dia ingat, tahun 2007 Adi memutuskan untuk berhenti menjadi atlet BMX. Pasalnya, dia ditunjuk untuk menjadi juri kompetisi BMX. “Pada saat itu tidak ada juri BMX perwakilan Jawa Timur. Saya ditunjuk dari pusat untuk menjadi juri mewakili Jawa Timur. Saat itu sudah terbentuk Asosiasi BMX Indonesia (ABI). Lalu tahun 2011, saya diundang ke Jakarta untuk mengikuti pelatihan juri tingkat nasional,” kata Adi.
Selama 2 hari, pada 23-24 Desember 2011, Adi mengikuti Pelatihan Penjurian BMX Tingkat Juri Nasional di Auditorium SeaWorld Jakarta. Pelatihan yang digelar Kementrian Pemuda dan Olahraga RI, FORMI Pusat dan Asosiasi BMX Indonesia diikuti calon juri dari berbagai daerah di Indonesia dengan tim penguji, salah satunya pemain BMX professional dan juri Internasional, York Uno dari Jepang.
“Nama saya dilingkari dan dia bilang kamu cocok jadi juri flatland,” kenang Adi mengulang ucapan York Uno kala itu. Hasil akhir pelatihan dan tes saat itu membawa Adi menjadi terbaik pertama dengan angka 98 dari calon juri se-Indonesia yang hadir.
Sejak itu, Adi kerap tampil menjadi juri kompetisi BMX tingkat nasional dan internasional di Indonesia. Pria kelahiran 30 Desember 1979 ini sering berkolaborasi dengan juri dari negara lain. Misalnya saat menjadi juri pada Festival Olahraga Rekreasi Nasional (FORNAS) Ke-4 di Bali dan BMX Competition di The 6th TAFISA (The Association For International Sport for All) World Sport for All Games 2016 di Jakarta pada Oktober 2016, Indonesia Open X-Sport Championship di Manado, pada Oktober 2017, dan lainnya.
Adi mengatakan, pada tahun 2015 sempat ditunjuk oleh ABI menjadi Ketua Juri BMX se-Indonesia dan ditunjuk menjadi juri lomba BMX di Thailand, namun tawaran tersebut ditolak. “Lalu saya ditunjuk lagi jadi Ketua Juri BMX se-Indonesia kategori flatland, tapi saya nggak mau. Akhirnya yang jadi ketuanya sekarang anak Bali,” tutur penggemar York Uno ini.
Sidoarjo Tidak Ada Sarana
Prestasi Adi membawa kota Sidoarjo dan Indonesia dikancah Internasional berbanding terbalik dengan kenyataan yang didapati di kota kelahirannya, Sidoarjo. Adi yang kini menjadi Ketua BMX Tanarata menuturkan kegusarannya karena tidak ada sarana latihan bagi pemain sepeda BMX.
“Usaha yang sudah kami lakukan sudah banyak dan dimentahkan. Kami sudah pernah duduk bareng dengan Pak Saiful Ilah saat beliau menjadi wakil bupati, lalu duduk bareng lagi saat pak Saiful jadi Bupati Sidoarjo. Yang saya sampaikan tetap sama, saya meminta sarana, tapi sampai sekarang tidak terealisasi. Padahal dulu prestasi BMX Sidoarjo sedang menanjak bagus,” kata Adi.
Tidak adanya sarana membuat anggota komunitas BMX Tanarata terpaksa latihan di sembarang tempat di sekitar alun-alun Sidoarjo. Padahal, prestasi dari anggota komunitas BMX yang berdiri tahun 2001 ini sudah banyak. Sebut saja Dedy Indra Setiawan yang pernah menjadi peringkat 3 dunia di Malaysia, pemecah rekor MURI. Begitu juga anggotanya yang lain yang memenangkan lomba berskala nasional. “Prestasi banyak tapi kalau tidak didukung sarana, kita jadi melempem,” tukasnya.
Inilah yang menjadi PR Adi selama dia menjabat sebagai ketua. “Sampai sekarang saya punya obsesi yang belum tercapai, yaitu sarana. Sampai kapanpun, walaupun saya sudah tidak menjabat sebagai ketua BMX, mungkin ada generasi saya selanjutnya yang memperjuangkan, setidaknya kita masih bisa memotivasi anak-anak,” ungkap pria yang tidak segan memberikan piagam juaranya pada anggotanya agar termotivasi. (aws/rr)